Pages

Thursday, 13 December 2012

Mapagama dan Etnofotografi

Fotografi memegang peranan penting dalam budaya visual manusia. Di era yang serba cepat ini media gambar lebih mendapat tempat dibanding tulisan, sebab gambar adalah media yang lebih sederhana untuk dilihat. Hasil dokumentasi penelitian yang selama ini berkembang di masyarakat, khususnya Indonesia biasanya dianggap sebagai produk yang serius dan sulit untuk dipahami. Hal ini disebabkan karena hasil penelitian tersebut didominasi dalam bentuk tulisan. Berdasar hal tersebut maka kami tergerak mengadakan penelitian dengan media fotografi, agar hasil penelitian dapat lebih memasyarakat.
Penelitian etnofotografi ini mencoba memperkenalkan pada seluruh masyarakat luas tentang perubahan aspek sosial dan kultural sekelompok masyarakat Dayak Suru’ yang berada di Desa Sepan Padang, Provinsi Kalimantan Barat melalui etnofotografi. Etnofotografi merupakan pendekatan yang menggabungkan relevansi antara etnografi dan fotografi dalam melakukan studi antropologi. Etnofotografi dipilih karena media visual dianggap lebih mampu merepresentasikan realita.
Orang Dayak memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sungai, sebab sungai digunakan untuk mencari penghidupan dan sebagai akses transportasi. Tak heran jika hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti yang berhubungan dengan sungai, termasuk Dayak Suru’ Hulu dan Dayak Suru’ Hile, yang berdasarkan letak geografisnya berada di hulu dan hilir Sungai Manday. Perkembangan zaman membuat akses semakin mudah karena jalan darat dibangun untuk beberapa kepentingan, salah satunya untuk perkebunan dan produksi hasil hutan oleh pemerintah atau swasta. Akses yang makin mudah tentunya memicu terjadinya perubahan-perubahan sosial pada masyarakat Dayak Suru’ yang tinggal di Desa Sepan Padang. Kami ingin mendeskripsikan perubahan-perubahan tersebut melalui etnofotografi, karena dianggap lebih mampu diterima dan dinikmati oleh masyarakat secara lebih populer, sehingga masyarakat dapat mengetahui dan menarik manfaat dari cara suku Dayak Suru’ menyikapi perubahan .
            Bentang alam yang berbukit-bukit di kaki Pegunungan Muller juga menggugah rasa ingin tahu kami tentang gua-gua yang ada disana. Dari desa Sepan Padang perjalanan menuju gua-gua ini memakan waktu 1-2 hari dengan berjalan kami. Sebagai organisasi Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Gadjah Mada yang berbasis penelitian, kami ingin mengaplikasikan ilmu kami untuk sesuatu yang berguna bagi dunia keilmuan, khususnya speleologi. Kami akan mengadakan survey permukaan, pendokumentasian eksokarst dan endokarst, serta melakukan pemetaan beberapa gua yang ada disana. Harapan kami, hasil kegiatan ini dapat menjadi sumbangan dalam ilmu pengetahuan, khususnya speleologi.

1 comment:

  1. ini ada link buku utk referensi ttg dayak, tmnku yg motret.
    http://issuu.com/agendosa/docs/kpa_12-11-12_-_final?mode=window&viewMode=doublePage

    -kasan-

    ReplyDelete